Jumat, 26 Agustus 2011

Sahabat Luar Biasa



Namanya Elang.  Kutemui Elang sedang duduk terdiam di tengah keramaian dengan tatapan mata yang tak tau sedang menyaksikan apa. Saat kudekati, Elang menunjukkan sikap curiga. Elang langsung menjaga bola-bola yang berada di kantong baju tidur yang dikenakannya. Satu tangan memegang kantong baju berisi bola, sedangkan tangan satunya lagi untuk Elang gunakan memegang alat bantu berdiri dan berjalannya.  Sesekali Elang menggeram yang aku tak mengerti maksudnya.

“jangan takut Elang, aku tak akan mengambil apa yang menjadi milikmu”, mungkin itu yang ingin sekali kuucapkan, tapi tidak terucap. Aku hanya menatap dengan tatapan ingin bersahabat.

Gadis remaja yang entah berapa kisaran usianya, karena saat aku tanya Elang justru menangis. Menangis, yang aku tak tau apa penyebabnya. Apa karena pertanyaanku itukah?hhmm..entah. Seorang ibu membantuku “merayu” agar Elang tak menangis. Merayu dengan sedikit meninggikan nada suara. Cara yang cukup ampuh kelihatannya tapi tak biasa. Aku merasa bersalah. Maaf.

Tidak lama Elang menangis karena setelah itu aku pun sudah dapat mengambil hatinya.
 “Elang...senyumnya mana?” serta merta tangisan berubah menjadi senyuman manis di bibirnya.
“Senyumnya manis sekali, Elang tambah cantik kalau tersenyum. Jangan menangis lagi ya”, akupun merayu, merayu dengan caraku. Setelah itu kami bersahabat.

Elang menunjukkan kemampuannya bernyanyi, meski semua menjadi bernada tinggi.  Tidak hanya bernyanyi tapi Elang pun pandai menari, walau hanya dengan menggerakkan tangan kiri.  Elang bersemangat menunjukkan itu kepadaku. Mewujudkan permintaanku. Terimakasih Elang. 

***

Namanya Adit. Dengan kedua tangan terikat ke belakang, Adit duduk bersimpuh di bawah kaki seorang ibu. Sambil mengigit-gigit bola yang berserakan di lantai. Adit tidak sedang dihukum tapi itu dilakukan untuk menghindari Adit melepaskan pakaian yang dikenakan atau malah membuka pakaian orang lain yang berada di dekatnya.  Dan aku pun menjadi salah satu ‘korban’ setelah ikatan tangan Adit dilepas oleh seorang Bapak yang menginginkan Adit bermain secara normal, tanpa diikat. Jilbabku dikibaskan begitu saja, beruntung tangannya langsung tertangkap, jadi tindakannya tertahan.

Usia Adit sekitar 4 tahun. Tak ada kelainan fisik yang tampak. Adit adalah anak laki-laki yang aktif, bergerak ke sana ke sini meskipun tak ada kata-kata yang diucapkan. Berlari mengejar bola, berebut dan saling melempar bola adalah permainan yang cukup seru kami lakukan. Tetap masih dalam pengawasan seorang ibu, namun tak membatasi kami untuk bermain sebelum Adit bosan. Dan pada akhirnya  Adit memilih hanya tidur-tiduran di lantai. Mungkin kelelahan. Terimakasih Adit. 

***

Elang dan Adit adalah bagian dari penghuni yayasan cacat ganda nusantara di daerah Beji, Depok  yang aku kunjungi bersama kawan-kawan dari komunitas bRantai. Yayasan ini menampung sekitar 116 orang, mulai dari usia balita hingga usia lanjut. Cacat yang diderita antara lain tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, hiperaktif, down syndrome, autis, epilepsy, dan lain-lain. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak yang ‘terbuang’ dari keluarganya dan tidak sedikit pula yang ditemukan terlantar di jalanan.

Luar biasa. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh para sahabat penghuni yayasan, mereka mampu menunjukkan segala kemampuan.  Betapa takjubnya aku saat menyaksikan permainan musik yang mereka tampilkan. Membawakan beberapa buah lagu populer dengan diiringi pukulan drum dan petikan gitar yang nyaris sempurna.

Tak lama aku berada di tengah-tengah mereka, namun bisa mengingatkanku kembali betapa manusia harus selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki. Mungkin kita pernah berfikir bahwa Tuhan tidak adil, tapi sesungguhnya  Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan, tinggal bagaimana kita menjalani kehidupan dengan keikhlasan dan penuh rasa syukur.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”






-Faidah-
21 Agustus 2011 @YPLB Nusantara, Depok

*foto diambil dari koleksi pribadi, mba Relly, dan komunitas bRantai