Mulai dari jam setengah empat pagi, satu persatu sepasang mata mulai membuka. Meskipun pagi masih buta tapi kegaduhan sudah mulai tercipta. Kami melakukan persiapan untuk melakukan perjalanan selanjutnya, menuju Anak Gunung Krakatau di seberang pulau. Dan itu berarti kami akan melaut lagi.
Penerangan hanya terlihat dari homestay kami, selebihnya gelap masih setia menyelimuti pagi. Dingin dari hembusan angin yang bertiup sepoi mengantarkan kami menuju dermaga pulau Sebesi.
“Kapal siap diberangkatkan, para penumpang dipersilakan menggunakan alat keselamatan demi menjaga keamanan”.
Byur…byur… byur... hempasan demi hempasan ombak membasahi kami. Ombak pagi ini cukup tinggi. Meskipun sudah menghindar namun tetap saja ia menghampiri. Kapal kami limbung ke kiri dan ke kanan mengikuti arus gelombang yang menerjang.
Langit masih saja gelap, tak jauh beda dengan saat kami berangkat. Ada mendung yang bergelayut pada awan yang membentang. Kami sudah berada di tengah lautan. Pulau-pulau hanya terlihat bayang. Dimana anak gunung Krakatau? Sudah satu jam lebih perjalanan kami, tapi belum juga ia menampakan diri.
Perlahan bulatan jingga mulai menyeruak di antara hamparan kelabu yang membisu. Tak ada langit biru, hanya kelam yang masih bersemayam sisa hitam tadi malam.
Cukup panjang perjalanan kami. Dan sesaat mata-mata kami disuguhkan pemandangan yang luar biasa dahsyat. Hembusan awan panas dari si Anak Krakatau sudah mulai terlihat. Kapal kami masih harus menempuh sekitar 30 menit lagi. Ada kengerian juga penasaran yang bergejolak. Cepat... cepat... sudah tak sabar rasanya melihat dari dekat.
Cukup menepi di pinggir pantai berpasir hitam. Terlihat beberapa rombongan lain sudah datang lebih awal. Gelombang dan pasir saling bekejaran bagai sebuah tarian penyambutan. Kami berhamburan pada papan-papan informasi yang tegak berdiri sambil menunggu perizinan untuk segera mendaki. Anak gunung Krakatau merupakan salah satu peninggalan letusan Krakatau di tahun 1883 selain Rakata, dan Sertung.
Jalan berpasir terus kami temui. Jalurnya cukup landai di awal. Sementara di puncak sana awan panas terus meluncur dari dalam kawah beberapa menit sekali membentuk gumpalan coklat yang membumbung tinggi. Tiba-tiba “Boom...” suara ledakan dari dalam perut bumi. Bebatuan berhamburan dan awan panas lebih tebal menyembul ke permukaan. Orang-orang berlarian menghindar meskipun jatuh muntahan bukan ke arah kami. Aku yang masih berada di bawah cukup tercengang.
Hanya sampai patok 2 izin yang diberikan yaitu batas vegetasi, di mana akan ada hijau terakhir yang akan ditemui. Tapi hari itu petugas menambah izin sedikit lagi, mengizinkan kami naik lebih tinggi sampai patok 4. Pasir dan abu vulkanik menjadi saksi kami pernah menginjakkan kaki di sini. Petugas tak bosan-bosan memberi peringatan kepada setiap pengunjung untuk tidak terus naik ke punggungan, “terlalu Bahaya” katanya.
Masih ingin berlama-lama rasanya, menyaksikan fenomena alam anak gunung Krakatau, tapi sayang disayang waktu yang tak memungkinkan. Kami harus segera kembali karena masih ada kegiatan lain sebelum kembali ke Jakarta. Sebelumnya kami menyempatkan sarapan pagi sebelum benar-benar meninggalkan pulau ini.
Sambil menatap laut lepas dengan ombak yang tak pernah lelah saling berkejaran kami menyantap nasi bungkus yang sudah disediakan. Sangat mengesankan.
Kapal sudah siap melaut lagi membawa kami pergi. Lagoon cabe tujuan kami berikutnya. Spot snorkeling yang terakhir untuk perjalanan kali ini.
Tanpa menunggu perintah, “byur…” satu persatu kawan melompat dari atas kapal. Airnya sangat jernih sehingga dari atas kapalpun aku masih dapat melihat pantulan karang dan rombongan ikan yang berenang mencari makan. Roti-roti yang kami lemparkan diserbu. Menyuguhkan pandangan yang sangat menyenangkan.
Roti telah habis, begitu juga waktu bermain kami. Hari sudah siang, matahari semakin terik. Kami harus segera kembali ke penginapan untuk siap-siap kembali ke Jakarta. Padahal aku masih ingin berlama lagi di sini. Dengan segala pesona yang memanjakan mata.
Terimakasih Tuhan untuk segalanya. Ciptaanmu sungguh maha Sempurna.
Terimakasih kawan atas setiap keceriaan yang kita ciptakan.
Selesai.
-Faidah-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar