Ranu Kumbolo, 2 September 2011
Hangat mentari pagi telah menyapa kami
Selamat pagi kawan… selamat pagi wahai alam…
Sungguh luar biasa indah ciptaan Mu duhai Tuhan
Dingin yang teramat sangat yang menyelinap ke tenda yang aku, Joe, dan Icha tempati tadi malam mengawali ceritaku pagi ini. Beberapa kali aku terbangun karena tak tahan dengan dingin yang menusuk tulang (lebay ga sih bahasanya

)
Ternyata Ranu Kumbolo ramai sekali. Banyak tenda-tenda yang berdiri, yang tak sempat aku lihat kemarin malam karena semua telah gelap. Aktifitas pagi ini adalah menyiapkan sarapan dan sesegera mungkin bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke Kalimati.
Menu masak-memasak sesi kedua lebih bervariasi dibanding sesi pertama tadi malam. Om Cebe mengolah kacang hijau yang bisa dimasak hanya dengan waktu15 menit saja akunya, tanpa perlu direndam terlebih dahulu. Padahal dengan cara seperti itu, aku pernah sampai menghabiskan bahan bakar. Salah satu kecanggihan master chef kita, ga salahkan gelar itu tersemat padanya,xixixixi :P Oh ya, satu lagi kecanggihan Om Cebe, nasi yang gagal aku buat tadi malam, pagi ini telah disulap menjadi nasi yang cukup nikmat untuk disantap. Hebat.
Sementara itu, para wanita, aku, Riri, Diana, dan Joe menyiapkan menu tambahannya. Menu hari ini adalah baso goreng, nugget goreng, semua yang digoreng oseng oseng oseng (ups…malah nyanyi,hehe) dan sayur sop. Seketika halaman tenda kami berubah menjadi dapur umum. Semua berkumpul, meracik bahan-bahan yang akan kami jadikan menu sarapan spesial.
Kacang hijau yang lebih dulu matang menjadi makanan pembuka yang meriah. Kami makan dalam wadah yang sama, langsung dari pancinya. Bukan karena tak ada etika, tapi disanalah kebersamaan bisa dirasa. Terpaksa.
Setelah menu utama sudah matang semua, kami bergantian mengambil jatah makan. Alhamdulillah…nikmat yang tiada tara, semua atas karunia-Nya.
Perut sudah kenyang, waktunya melanjutkan packing barang-barang. Tak lupa sampah dikumpulkan agar tak mengotori tempat seindah Ranu Kumbolo yang kami tinggali semalam.

Di belakang tenda kami berdiri, tanjakan cinta sudah menanti untuk dilalui. Tanjakan cinta menjadi salah satu icon pendakian semeru, dimana ada sebuah mitos yang silakan percaya atau pun tidak. Saat kita berhasil melalui tanjakan cinta tanpa menoleh ke belakang, maka kisah cinta yang dibayangkan akan kesampaian. Namun ada yang bilang, bukan cuma tak boleh menoleh ke belakang melainkan harus terus berjalan tanpa henti sampai ujung tanjakan. Memang tak terlalu curam, tapi dengan tambahan beban di belakang badan menjadikan tanjakan cinta penuh dengan cerita.
Setelah berhasil melalui tanjakan cinta, atur nafas sebentar lalu lanjutkan dengan berjalan sedikit lagi, maka kita akan temui hamparan padang rumput yang sangaaat luas. Dikelilingi bukit dan gunung. Lereng-lereng ditumbuhi pohon- pohon pinus yang menyajikan panorama luar biasa. Oro- oro Ombo namanya. Musim kemarau menjadikan Oro oro ombo tak dapat menampilkan wajah terbaiknya, rumput yang hijau dan bunga warna-warni kini tersembunyi. Kekeringan menjadikan sebagian wilayah Oro-oro Ombo terbakar. Saya sempat berfikir, dilahan seluas Oro-oro ombo kenapa tidak ada berita tentang corp cyrcle ya? Hehe
Setelah jalur panjang di rerumputan, kemudian kami mulai memasuki hutan cemara. Cemoro kandang. Kami sempatkan beristirahat sebentar sebelum kembali memblusuk ke dalam hutan. Sambil menunggu semua berkumpul, kami mengeluarkan minuman segar untuk disajikan di bawah terik matahari, nata the coco. Tak lupa sesi foto-foto dengan segala macam gaya yang tak boleh ketinggalan.
Cemoro Kandang telah dilalui, kami menemukan padang rumput kembali. Jambangan. Meskipun tak begitu luas seperti di Oro-oro Ombo. dari tempat ini kami dapat melihat puncak mahameru gagah berdiri. Bunga edelweis pun sudah dapat ditemui. Bunga edelweis di sini wangi. Tak bosan untuk memandangi lagi, lagi dan lagi.
Mahameru begitu tenang dan damai. Tak ada kepulan asap yang membumbung tinggi sebagaimana cerita-cerita kawan yang mengatakan “akan ada kepulan asap yang menjulang setiap 15 menit sekali”. Tapi sekarang, cerita itu tak dapat kubuktikan. Mahameru menyimpan misteri tersembunyi.
Sekitar 4 jam perjalanan yang kami tempuh dari Ranu Kumbolo untuk bisa sampai ke Kalimati. Pondok Kalimati merupakan tempat untuk persiapan terakhir yang berada di ketinggian 2700 mdpl sebelum menuju Mahameru. Nama Kalimati berasal dari sebuah sungai yang tidak lagi berair. Kali. Mati. Daerah Kalimati berupa padang rumput dengan tumbuhan semak dan hamparan bunga edelweis. Dikelilingi hutan dan bukit-bukit. Terdapat sumber air bernama Sumber Manik di sebelah Barat dari Pondok Kalimati. Di sini kami mendirikan tenda kembali.
Sebagian mendirikan tenda, sebagian mengambil air, dan sebagian lagi menyiapkan makan siang yang sudah hampir sore sekaligus malam. Sesi masak-memasak dibuka kembali. Menunya tak kalah spesial seperti tadi pagi, kali ini nasi putih, sosis asam manis, dan pecel sayuran. Sementa Joe menyiapkan menu kejutan untuk nanti malam, donat.
Meskipun ada larangan mendaki terus sampai ke puncak, tapi kami mencoba uji nyali. Bukan hanya kami, tetapi hampir semua para pendaki yang sudah sampai Kalimati atau lebih tinggi. Mencoba peruntungan agar dapat sampai ke puncak. Menuju puncak dilakukan mulai dari tengah malam, dengan tujuan agar saat sampai maksimal tidak terlalu siang. Akan ada gas beracun yang keluar dari kawah jonggring saloko yang membahayakan.
Saat langit mulai gelap, maka kami harus bersiap-siap untuk segera terlelap. Istirahat lebih cepat tapi tak melupakan sholat. Alarm handphone sudah diatur, dan waktunya tiduuurrr…zzzZZZzzzz….
Menuju Puncak
Tepat tengah malam, keriuhan sudah mulai terdengar. Persiapan-persiapan sudah mulai dilakukan. Kami hanya membawa perbekalan secukupnya; buah-buahan, donat, dan agar jelly yang akan memeriahkan acara ceremony saat puncak telah kami temui.
Pukul 01.00. Tim telah siap diberangkatkan. Dimana sebelumnya kami menyempatkan membuat makanan dan minuman hangat untuk sekedar menganjal perut yang mungkin sudah keroncongan (baca:lapar). Berdoa keselamatan tak pernah ketinggalan, itu selalu kami lakukan agar kami semua mendapat perlindungan dari-Nya.Amin.
Satu persatu kami mulai berjalan menyusuri jalur Kalimati. Lalu masuk ke hutan yang jalurnya terus dan terus menanjak. Aku banyak sekali melakukan istirahat, sementara teman-teman yang lain sudah jauh melesat cepat. Formasi masih tetap sama, masih ada komenk yang setia menemani. Om Cebe dan Ayek akhirnya mendahului.
Bukan saja hanya tanjakan yang menghiasi, tapi pasir dan debu pun telah bercampur. Aku selalu minta berhenti, lalu Komenk memintaku untuk jalan kembali.
“ayo Pay jalan lagi, udah tanggung sedikit lagi”
Merasakan medan yang cukup melelahkan, targetku hanya sampai Arcopodo atau batas vegetasi, dimana pohon-pohon sudah tak ada lagi.
Pukul 03.15 Akhirnya kami sampai di Arcopodo yang berada diketinggian 2900 mdpl. Banyak tenda-tenda yang berdiri tapi tak berpenghuni. Saat menuju puncak, tenda tak perlu dibawa. Cukup ditinggalkan begitu saja. Teman-teman yang lain sudah sangat jauh tak terlihat, sedangkan aku, masih saja mengatur langkah yang tak juga membawaku melangkah jauh. Keinginanku ingin sekali terus bisa melaju, tapi rasanya tubuh ini meminta untuk cukup saja sampai di sini.
“Ayolah… tanggung”, Komenk mencoba menyemangati.
Ternyata masih tertinggal di belakang ada Silmi, Abel dan Asep. Kesempatanku untuk bisa beristirahat lebih lama karena sambil menunggu mereka bisa berada di tempat yang sama.
Perlahan langkahku mulai gontai, namun tak ada pilihan selain melanjutkan pendakian. Tak ada yang mau menyudahi hanya sampai di Arcopodo karena puncak sedang menanti.
“sampai batas vegetasi saja ya”, rengekku ke komenk. Aku rasa Komenk pun tak tega, tapi mau bilang apa. Komenk tak mungkin meninggalkanku sendiri, sementara itu komenk pun ingin sekali bisa sampai puncak tertinggi.
15 menit berlalu. Kami menemui Diana dan Ragil yang sedang mencoba turun. Alangkah senang bukan kepalang si aku. Tak ada alasan Komenk untuk tidak mengizinkan aku tidak melanjutkan pendakian. Sekarang aku ada teman.
Diana terpaksa harus turun kembali karena kondisi kesehatan yang tak memungkinkan. Diare menyerang. Sakitnya Diana, menjadi keuntungan buatku, tapi tenang, aku tak akan tertawa meskipun dikau menderita, tidak seperti yang ada diungkapan “tertawa di atas penderitaan orang lain” :D
Disaat kami turun untuk kembali ke tenda, kami bertemu seseorang yang juga berniat untuk turun. Dia sempat tersasar katanya saat turun dari hampir puncak. Ya..laki-laki itu yang aku tak sempat menanyakan namanya belum berhasil menggapai puncak, karena alasan yang sama seperti Diana akhirnya memutuskan untuk turun. Tidak ingin memaksakan dari pada terjadi hal-hal yang tidak dinginkan.
Alhamdulillah, kami sudah sampai di Kalimati kembali. Saat turun tak seberat saat naik, jadi waktu yang ditempuh bisa lebih cepat. Dari Kalimati kami dapat menyaksikan selain kelip bintang, melainkan juga kelip dari nyala lampu headlamp para pendaki yang membentuk barisan panjang sampai ke puncak. Sama-sama Indah, dan seperti ada rasa terobati karena untuk saat ini aku tak berhasil menggapai puncak tertinggi pulau yang aku huni. Dan mungkin bila nanti.
(bersambung)
Foto :
Semeru Fun Hiking